Orangtua yang saat ini mempunyai putra-putri yang duduk dibangku SMP kelas 3 pasti sedang sibuk mempertimbangkan SMA yang terbaik untuk kelanjutan studi putra putrinya. Banyak pertimbangan dalam memilih SMA, dari segi reputasi sekolah, para pendidik juga program ekstra kurikuler yang tersedia. Bagi yang mempunyai putra tentunya mempertimbangkan juga jangan sampai di sekolah itu putra kita terbawa dampak tawuran antar sekolah, tergoda narkoba, ataupun bentuk kenakalan remaja lainnya.
Banyak dari kita kemudian memilih SMA swasta terkenal. Walaupun biaya pendidikan mahal tetapi diharapkan sekolah ini dapat memenuhi harapan orangtua. Begitupun halnya dengan saya yang akhirnya memilih SMA Labschool Kebayoran sebagai sekolah yang paling tepat buat putra saya setamatnya dia dari SMP.
Hari-hari pertama sekolah banyak kegiatan positif yang dilakukan putra saya, dan dia sangat gembira mengikuti semua kegiatan tersebut. Sayapun ikut terlibat dalam perwakilan orangtua di kelasnya. Saya juga mendukung keinginan putra saya untuk menjadi anggota OSIS kalau dia naik kelas 2 kelak.
Pada suatu hari putra saya menyampaikan bahwa dia dan beberapa orang teman satu angkatan yang tertarik untuk menjadi anggota OSIS diundang oleh OSIS kakak kelas untuk menghadiri “Malam Keakraban” sepulang dari ulangan umum hari terakhir. Acara itu adalah malam silaturahmi antara kakak kelas dengan adik kelasnya, mengobrol dan makan malam bersama.
Pada hari Sabtu tanggal 16 Juni 2007 anak saya pergi memenuhi undangan tersebut dengan antusias. Awalnya saya menunggu di rumah dengan santai, tetapi mulai khawatir setelah hari menjelang malam. Dihubungi ke hand phonenya tidak diangkat, di kirim sms tidak dibalas. Sampai hampir jam 10 malam barulah dia menelpon mengatakan akan pulang sebentar lagi tidak perlu dijemput karena ada temannya yang akan mengantar pulang.
Sampai di rumah hampir jam 12 malam, dia mengeluhkan pundak kanan depannya sakit, saya memang melihat ada memar di permukaan kulitnya itu. Waktu saya tanya penyebabnya dia mengatakan bahwa tadi di acara itu mereka main basket dan dia terjatuh dan temannya menimpa badannya.
Karena hari sudah malam saya hanya mengurutkan minyak gosok dan menyuruhnya segera tidur. Keesokan harinya baru kami bawa ke tukang urut dan diberikan pertolongan. Karena masih sakit juga keesokan harinya lagi kami bawa dia ke rumah sakit (UGD) dan langsung di rontgen, barulah ketahuan kalau tulang clavicula kanannya patah.
Teman-temannya seangkatan menengok ke rumah sakit, salah seorang dari mereka ada yang memar di bibirnya yang sesuai pengakuannya akibat bermain basket dengan anak saya pada malam itu.
Beberapa hari kemudian saya di telpon oleh wakil kepala sekolah menanyakan kondisi anak saya dan beberapa hari setelah itu saya dipanggil ke sekolah dan diceritakan bahwa yang sebenarnya adalah pada malam itu anak saya sparing 1 on 1 dengan kakak kelasnya. Saya terkejut dan malu ternyata putra saya berkelahi dengan kakak kelasnya.
Pihak sekolah mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk mendapatkan informasi dari para siswa yang menghadiri acara tersebut. Mereka semua tutup mulut tidak ada yang mau bercerita. Hanya karena anak saya yang menjadi korban maka anak saya yang banyak dimintai keterangan mengenai kejadian tersebut.
Perlahan-lahan dan butuh waktu berhari-hari akhirnya saya mendapatkan informasi dari anak saya yang kemudian saya konfirmasikan dengan orang tua teman-temannya yang lain, barulah saya mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai kejadian itu.
Pada hari itu sepulang sekolah mereka berkumpul di Mall Pondok Indah, setelah itu kakak kelas OSIS nya membawa putra saya dan teman-teman seangkatannya ke satu tempat yang sepi dan gelap di wilayah Cinere (Villa Delima) dengan mata tertutup. Disana putra saya beserta teman-temannya disuruh menuruti kemauan kakak kelasnya itu berjalan sambil jongkok, mata mereka ditutup, dibentak-bentak, disiram air, di naiki pundaknya sambil mengayunkan badan diatas pundak putra saya itu berkali-kali. Tentunya banyak bentuk kekerasan lainnya yang mereka terima saat itu karena hal itu berlangsung sejak sore sampai malam. Sesudah itu mereka ditantang untuk duel satu persatu, bila tidak terima dengan perlakuan itu. Akhirnya 17 orang siswa kelas 1 termasuk anak saya maju dan merekapun dipasangkan untuk berduel dengan kakak kelasnya.
Mereka membuat peraturan duel yaitu tidak boleh mengenai alat kelamin, tidak boleh mengenai muka, dan kalau ada yang terjatuh maka duel selesai. Tetapi pada saat duel putra saya terjatuh, dan kakak kelasnya yang pengecut itu menginjak dada putra saya sampai terdengar bunyi tulang berderak sampai akhirnya dia tidak dapat berdiri kembali. Seorang kakak kelasnya mengancam agar tidak ada seorangpun yang boleh menceritakan kejadian yang sebenarnya ini kepada siapapun. Kalau ada yang bertanya mengapa putra saya dan anak-anak lain cedera katakan bahwa itu karena jatuh main basket.
Setelah itu putra saya dan teman-temannya diajak makan malam di rumah kakak kelasnya yang tak jauh dari tempat kejadian. Putra saya yang kesakitan dengan kepolosannya terpaksa menurut. Hand phone tidak boleh diaktifkan sehingga dia tidak dapat menghubungi ke rumah, dan vilayah Cinere juga masih asing sehingga dia tidak bisa pulang duluan. Barulah sampai di rumah kakak kelasnya itu hampir jam 10 malam hand phone mereka boleh diaktifkan dan dia bisa menelpon saya.
Saya menyampaikan informasi ini kepada pihak sekolah. Pada awalnya orangtua anak itu minta maaf dan berjanji akan membantu biaya pengobatan putra saya sebagai tanda penyesalan. Tetapi pada saat saya akan membawa putra saya kontrol lagi ke dokter dan saya menagih janji, dia malah menuduh saya mencari keuntungan dari kemalangan putra saya ini dan dia menantang saya kalau saya tidak puas silahkan memproses secara hukum. “Orangtua saya polisi” katanya.
Karena merasa tidak ada gunanya memproses secara hukum yang hanya menghabiskan waktu dan biaya sementara saya juga harus mengurus kesehatan putra saya, maka jalur hukum ini tidak saya tempuh.
Setelah melalui proses yang panjang dan lama serta melelahkan, akhirnya pihak sekolah dan yayasan mempertemukan saya kembali dengan orang tua kakak kelasnya yang telah mencederai anak saya itu dalam sebuah sidang internal di sekolah. Hadir pada sidang itu disamping saya dan orangtua kakak kelasnya itu, wakil dari sekolah, yayasan dan juga beberapa orang wakil orangtua termasuk kakak kelas yang ikut pada acara itu. Bahkan ada orangtua anak itu seorang lawyer dari kantor pengacara terkenal. Namun tidak ada seorangpun wakil dari orang tua teman seangkatan putra saya yang anak-anaknya ikut diundang dan cedera pada malam itu, sehingga saya merasa sidang itu kurang seimbang. Akhirnya mereka memberikan saya selembar surat permintaan maaf yang ditandatangi oleh semua yang hadir.
Awal tahun baru ini putra saya menjalani operasi kedua untuk mengangkat plat besi yang digunakan untuk menyambung tulangnya yang patah itu. Tidak ada seorangpun pihak yang telah meminta maaf kepada kami yang datang menengok ataupun menelpon selama anak saya di rumah sakit, sehingga terasa permintaan maaf mereka itu tidak tulus sama sekali. Banyak biaya yang sudah saya keluarkan atas musibah ini, bukan hanya akses biaya 2 kali operasi tetapi lebih dari pada itu kelelahan phisik dan psikis yang tidak ternilai harganya.
Tragis sekali, anak-anak itu yang setiap bertemu kita selalu mencium tangan menandakan rasa hormat mereka kepada semua orangtua, ternyata dapat melakukan hal semena-mena terhadap adik kelasnya. Mereka mengancam teman dan adik kelasnya untuk menutup mulut rapat-rapat atas kejadian ini karena solidaritas. Mereka tidak mengerti makna solidaritas yang sebenarnya, karena solidaritas mereka telah mencelakakan adik kelasnya. Orangtua juga walaupun terlihat ramah dan kompak dalam rapat-rapat POMG tetapi pada saat putranya terlibat dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab, semua berusaha untuk cari selamat. Kejadian ini akibatnya tidak hanya mencederai putra saya, tetapi sayapun karena kelelahan sempat jatuh pingsan dan dirawat juga di rumah sakit dengan 9 jahitan di kepala karena pada saat pingsan itu kepala saya membentur pinggiran tangga dan bocor.
Mudah-mudahan pengalaman mahal dan berharga ini dapat menjadi pelajaran bagi para orangtua lain. Tetaplah waspada walaupun kita sudah menyekolahkan anak di sekolah swasta terkenal sekalipun. Sekolah swasta yang bagus dengan pendidikan bertaraf internasional belum tentu menjamin keselamatan putra putri kita. Tetaplah curiga atas segala aktivitas mereka. Kalau putra tercinta pulang dari suatu acara dengan teman sekolahnya dan mengeluhkan ada yang sakit, segeralah bawa ke rumah sakit jangan ditunda lagi. Mintalah visum dari dokter segera karena ini akan diperlukan untuk proses hukum apabila kemudian anda terpaksa harus menjalaninya.
Senin, 04 Februari 2008
Langganan:
Postingan (Atom)